Posts Tagged ‘akuntansi zakat’

PERAN AKUNTANSI DALAM MENYEHATKAN LEMBAGA PENGEOLA DANA UMAT ISLAM

October 25, 2009

Adanya undang-undang pengelolaan zakat mengakibatkan tumbuh-kembang lembaga-lembaga swadaya mayarakat dalam bentuk lembaga amil zakat (LAZ). Undang-undang ini memberikan ketentuan bahwa badan amil zakat (BAZ) dan LAZ harus melaksanakan akuntabilitas dalam pengelolaanya, baik dalam sektor kuangan maupun sektor non keuangan.

Akuntabilitas dalam sektor keuangan tidak terlepas dari sistem pengelolaan dana zakat itu sendiri. Salah satu sitemnya adalah sistem informasi akuntansi, yang sampai saat ini masih memi-liki keberagaman di antara LAZ sehingga pengukuran kinerjanya masih beragam, bahkan tidak dapat dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pengukuran kinerja keuangan dan kinerja syariah zakat itu sendiri. Untuk ini sangat diperlukan standardisasi akuntansi keuangan yang khusus untuk pengelolaan keuangan dana zakat (dana umat) bukan berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) organisasi nir laba yang ada sekarang.

Akuntansi keuangan mempunyai tugas pokok: pengakuan, penentuan, perlakuan, penya-jian, dan pengungkapan. Pada proses pengakuan dana umat didasarakan pada persyaratan syariah yang berlaku; penentuan dilakukan dengan dasar perkiraan yang rasional dan berkeadilan, yang dapat dilakukan dengan teknik-teknik akuntansi. Proses perlakuan, penyajian dan pengung-kapan dapat sepenuhnya menggunakan prinsip-prinsip akuntansi yang disesuaikan dengan harapan dari syariah dana umat.

Sampai dengan makalah ini dibuat, belum ada standar yang dapat dipergunakan dalam menjalankan akuntansi dana umat baik yang dikeluarkan melalui peraturan perundang-undangan maupun oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Kondisi inilah yang menjadi pemicu untuk menyampaikan gagasan-gagasasn tentang akuntansi dana umat terutama dana zakat. Hal ini dilakukan karena dana zakat memiliki spesifikasi tersendiri dan berbeda dengan dana-dana lainnya.

Ada tida jenis dana yang berasal dari umat, yaitu: pertama, dana yang sifatnya sumbangan dan tidak wajib, yang dikenal di Indonesia dengan istilah sedekah dan infak. Dana ini dapat diperguna-kan secara bebas, kapan dan di mana saja asalkan untuk kesejahteraan umat; kedua, dana wakaf, yang mempunyai sifat sunnah, tidak wajib namun pihak yang memberi wakaf dapat menentukan batas waktu dan penggunaannya, pihak pengelola tidak bebas untuk meman-faatkannya; dan ketiga adalah dana zakat. Jenis dana yang ketiga ini bersifat wajib bagi umat yanh mampu dan memenuhi persyaratan, dan pengelolaannya sangat khusus, dan mempunyai tata cara distribusinya yang sangat ketat.

Sajian dalam makalah ini bukan merupakan hasil penelitian secara empirik, namun hanya merupakan kajian pengamatan dan teoritis yang diolah menjadi gagasan baru untuk dapat menja-di wacana baru yang harus didiskusikan lebih intensif, sehingga dapat menghasilkan standar akuntansi pengelolaan dana umat (SAPDU). Standar akuntansi sangat diperlukan untuk melakukan perencanaan, dan memberikan interpretasi yang relatif seragam dari para stakeholders terhadap lembaga pengelola dana umat (LPDU), dan juga dapat dijadikan informasi untuk mengu-kur kinerja LPDU, dan para pengelolanya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

A.  Pendahuluan

            Setiap organisasi/lembaga/badan baik berorientasi laba dan nir-laba harus mempertang-gungjawabkan aktivitasnya dalam bentuk kualitatif maupun kuantitatif. Salah satu pertanggung-gungjawaban dari sektor keuangan adalah hasil dari proses akuntansi, yang berbentuk laporan keuangan.

            Akuntansi diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu akuntansi manajemen dan akuntansi keuangan. Produk yang dihasilkan oleh akuntansi manajemen adalah informasi yang bersifat rinci dalam rangka memenuhi kebutuhan manajemen sebagai dasar kebijakan dan perencanaan. Sedangkan produk yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan adalah informasi untuk tujuan pemenuhan harapan pihak eksternal (stokeholder dan stakeholders).

            Informasi dari proses akuntansi manajemen misalnya rincian dari cost center, revenue center, profit center, dan investment center dalam menggunakan dan memanfaatkan sumber daya yang ada. Sedangkan informasi yang dihasilkan oleh akuntansi keuangan adalah laporan keuangan, yang terdiri dari laporan laba-rugi/laporan aktivitas, laporan perubahan ekuitas, laporan neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.     

            Lambaga yang didirikan untuk mengelola dana umat antara lain lembaga amil zakat (LAZ), badan amil zakat (BAZ), lembaga atau badan penelola wakaf, dan badan/lembaga lainnya yang didirikan berdasarkan kekuatan hukum. Lembaga-lembaga tersebut mempunyai cirri khas dan berbeda dengan lembaga nir-laba maupun lembaga/badan yang berorientasi laba. Untuk itu diperlukan pedoman dan panduan akuntansi yang spesifik pula. Ada beberapa konsep dan prinsip-prinsip  yang tidak sama dengan standar akuntansi untuk dunia usaha, standar akuntansi organisasi nir laba dan akuntansi pemerintahan.           

            Perkembangan dunia saat ini mengakibatkan berkembang konsep dan praktik pengelo-laan zakat dan wakaf dari konvensional menjadi kontemporer. Fikih zakat dan wakaf bergeser lebih luas dari pokok yang ada. Ini bukan berarti bertentangan, namun terjadi ekstensifikasi objek dan subjek zakat dan wakaf. Kondisi ini akan memberikan pengaruh pada tata cara pengelolaan-nya, tidak hanya sekedar apa adanya, atau hanya berprinsip pada kejujuran, namun harus dikeloka dengan ilmu pengetahuan yang memberikan tata cara dan praktik manajemen yang sistematis, rasional, dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai bukti implementasi prinsip kejujuran dan keterbukaan.

            Dunia saat ini selalu mengukur nilai ekonomi untuk semua aktivitas dan konsekwensinya, sehingga akan men imbulkan tambahan nilai ekonomis, artinya kekayaan yang tangible dan intangible berkembang/bertambah dengan suatu aktivitas, sehingga dapat dikatakan “menghasil-kan”; dengan kata lain dapat menambah penghasilan atau menambah kemampuan ekonomis bagi orang/lembaga/badan yang melakukan aktivitas ekonimi tersebut. Prinsip ini mengakibatkan diterapkannya zakat pada semua sector perekonomian yang mengakibatkan suatu harta berkembangan (tumbuh) baik dengan sendirinya maupun diusahakan. Begitu pula konsep wakat berkembangan dengan memunculkan prinsip memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi pengentasan kemiskinan, sehingga wakaf harus dikelola secara professional.

            Tekni perhitungan, pengelolaan keuangan dan pertanggungjawabannya memerlukan suatu ilmu pengetahuan yang modern, tidak konvensional. Ini semua ada pada ilmu akuntansi. Informasi akuntansi yang memadai dan wajar dapat membimbing lembaga/badan untuk tumbuh berkembangan dan sehat baik secara manajemen modern maupun sehat menurut syariat.

            Ada beberapa lembaga amil zakat atau badan amil zakat laporan pertanggungjawaban-nya telah diaudit oleh akuntan publik dan dipublikasikan melalui media masa. Ini berdampak pada persepsi pembaca laporan keuangan tersebut, dan sepintas para pembaca mempercayai-nya. Padahal jika dikaji lebih dalam, ada beberapa pertanyaan: apakah akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan LAZ/BAZ sudah berdasarkan standar yang bernuansa akuntansi syariah, apakah memang berdasarkan syariah harta zakat yang dikumpulkan dibiarkan menumpuk dalam LAZ dan BAZ tersebut, apakah masyarakat mengerti atas fungsi dari zakat, apakah para pembaca laporan keuangan mengerti siapa pemilik LAZ/BAZ tersebut, adakah shareholder/staockholder ataukah stakeholder, apakah dapat dinyatakan resmi semua mustahik sebagai pemilik LAZ/BAZ; apakah dana zakat milik LAZ/BAZ atau utang LAZ/BAZ, jika merupakan utang apakah mustahik berhak menagih; apakah kinerja yang ditampilkan dalam laporan keuangan sudah sesuai dengan tujuan syariah zakat dan wakaf; dan masih banyak lagi pertanyaan lainnya.

            Jika akuntansi publik mengaudit dana zakat dalam suatu LAZ/BAZ paling tidak menyatakan bahwa standar yang digunakan masih berdasarkan standar akuntansi keuangan untuk usaha/organisasi nil laba umum, dan tidak boleh memberikan opini “Wajar Tampa pengecualian”, karena ini akan membodohi dan membohongi masyarakat. Hal ini karena standar akuntansi keuangan yang sesuai dengan prinsip zakat dan syariah zakat belum ada. Kondisi ini pun merupakan tanggungjawab para pengelola LAZ/BAZ, pemerintah, cendikiawan dan para praktisi akuntansi serta Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), para akademisi dan pihak lainnya yang terkait untuk segera merumuskan standar akuntansi keuangan zakat dan wakaf; dan ini hukumnya sudah wajib agar keadilan dapat diwujudkan.

            Berdasarkan uraian di atas, maka makalah ini akan menyajikan bagaimana prinsip-prinsip umum akuntansi zakat dan wakaf, dengan terlebih dahulu memaparkan sistem pemungutan zakat, pengelolaan dan penyaluran dana umat, dan tugas pokok akuntansi.

 

B. Perbandingan Lembaga Nir Laba dan Lembaga Pengelolaan Dana Umat.

            Lembaga nir laba merupakan lembaga sektor publik yang bergerak dalam usaha yang tidak mempunyai misi memperoleh laba. Lembaga ini bisa dimiliki oleh seseorang atau sekelom-pok orang; dengan kata lain lembaga ini masih mempunyai pemilik. Lembaga nir laba sejenis ini misalnya lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan formal, partai politik, perkumpulan dan perhimpunan. Dari segi kepemilikan, lembaga ini mempunyai hak atas kekayaan yang diperolehnya, dan menjadi ekuitas. Pengasilan, kas dan asset lainnya dapat dipergunakan sepenuhnya untuk pengembangan kelembagaan, anggota, dan komunitas lainnya; tidak mempu-nyai pembatasan kecuali kebijakan manajement.

            Lembaga pengelola dana umat (LPDU) didirikan atas niat kepentingan umum (umat), bukan untuk sekelompok orang yang menjadi anggotanya. Lembaga ini bergerak dalam bidang penitipan amanat dalam bentuk harta dari para penyandang dana karena adanya ajaran syariah; bukan karena maksud mempengaruhi pihak lain. Lembaga ini bergerak terbatas sesuai dengan sifat dari dana yang diperolehnya. Dana yang diperolehnya tidak dapat untuk mengembangkan kelembagaan secara sembarang atau sekehendak pengelola, namun dibatasi oleh aturan syariah. Sifat ini yang membedakan LPDU dengan lembaga nir laba lainnya. Akibatnya  standar akuntansi untuk organisasi nir laba tidak dapat sepenuhnya diaplikasikan dalam LPDU.

 

C. Sistem Pemungutan zakat

            Beberapa ayat al-Quran memaparkan kewajiban mengeluarkan zakat bagi seorang mukmin; juga kewajiban memungut zakat bagi yang berwenang. Hal ini mencerminkan bahwa dalam pemenuhan kewajiban zakat dapat melalui dua sistem, yaitu sistem self assessment dan sistem official assessment.

Sistem self assessment mencerminkan bahwa kewajiban zakat dihitung sendiri oleh muzaki, dan didistribusikan oleh muzaki dan atau oleh amil. Ini didasarkan pada al-Qur’an sebagai berikut:

(#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨“9$# (#qãèx.ö‘$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$# ÇÍÌÈ  

            “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’ (QS al-Baqarah: 43)

Sistem ini dilakukan apabila tidak ada lembaga pengelola zakat yang dapat dipercaya berdasar-kan pandangan ulama dan pemerintah.

            Sistem official assessment mencerminkan pemungutan zakat oleh para amil yang terdaftar dan dilindungi oleh hukum. Ini didasarkan pada ayat al-Qur’an sebagai berikut:

õ‹è{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y‰|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkŽÏj.t“è?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgø‹n=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y™ öNçl°; 3 ª!$#ur ìì‹ÏJy™ íOŠÎ=tæ ÇÊÉÌÈ  

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui” (Q.S. Al-Taubah: 103)

Sistem ini mengandung unsur paksaan, dan diterapkan apabila kewajiban zakat tidak dipenuhi oleh seorang mukmin. Pelaksanaan sistem ini harus didasari dengan hukum positif yang jelas dan tegas.

            Selain dua sistem pemungutan zakat di atas, juga para muzaki terkadang meminta bantuan kepada amil untuk menghitung dan mengambil zakatnya. Pada kondisi ini muzaki dan amil sama-sama aktif untuk menetapkan nilai kewajiban zakat seseorang.

            Pada saat melakukan perhitungan dasar pengenaan zakat baik muzaki dan amil selalu memperhatikan prinsip keadilan antara hak dan kewajiban muzaki dan mustahik. Perhitungan harus menghasilkan dasar yang jelas sehingga nilai zakat tidak memberatkan muzaki dan tidak merugikan mustahik. Metode yang dapat dipertanggungjawabkan harus dikembangkan dan ditentukan secara tegas dalam suatu standar atau peraturan perundang-undangan, walaupun banyak yang berpendapat bahwa dasar pengenaan zakat dapat dilakukan berdasarkan taksiran, misalnya tersirat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Said bin Musaiyib bahwa “Nabi SAW mengirim seseorang untuk menaksir banyak zakat anggur dan buahan mereka”

Untuk melakukan penaksiran diperlukan keahlian yang didasarkan pada pengalaman atau pengetahuan yang diakui secara umum dan terbuka. Orang yang melakukan pekerjaan ini selayaknya sudah melalui uji kompetensi, sehingga zakat yang ditetapkan lebih mendekati tujuan syariah zakat itu sendiri.

 

D. Pengelolaan dan Penyaluran Dana Umat

            Dana umat dikelola dalam rangka ghaniyun lil an (menyelesaikan masalah ekonomi saat ini) dan ghaniyun lil ghad (menyelesaikan masalah ekonomi berkelanjutan). Cara pertama bersifat konsumtif dan cara kedua bersifat produktif atau investasi. Cara pertama dilakukan dengan membagikan dana zakat kepada mustahik untuk menanggulagi masalah ketidakmam-puan pembiayaan hidup keseharian yang bersifat primer; sedangkan cara kedua dilakukan untuk memberikan modal kerja atau investasi bagi mustahik sehingga kelak mereka dapat menjadi muzaki.

            Selain kedua cara di atas, terkadang para pengelola zakat melakukan investasi dan penyimpanan dana zakat yang menghasilkan return, atau mengelolanya sebagai modal; kerja dalam suatu usaha perdagangan, sehingga dari modal kerja di atas menghasilkan pendapatan. Cara ini hampir tidak dihindari oleh para pengelola, misalnya lembaga amil zakat mendirikan bangunan untuk pendidikan dari dana zakat, kemudian menghasilkan return dari pemasukan sumbangan uang pendidikan, atau membelikan sesuatu untuk pihak tertentu dari dana zakat serta memiliki nilai lebih dari harga perolehannya. Return dari pengelolaan dana zakat ini harus ditentukan apakah sebagai tamabahan dana zakat atau tambahan dana milik lembaga amil zakat.

            Pada prinsipnya dana zakat harus dipergunakan secara spesifik dan memegang prinsip “pemasukan sama dengan pengeluaran”, tidak ada dana cadangan, dan dana tidak menumpuk dalam lembaga pengelola zakat. Dana yabg berasal dari zakat selalu habis, kecuali dana zakat bagian amil. Untuk itu pengelola harus mempunyai wailayah binaan dan mengidentifikasi mustahik dan program-program pemberdayaan zakat.

            Subjek dan objek zakat pada masa sekarang diperluas sehingga ada istilah zakat konvensional dan zakat kontemporer. Jenis zakat terakhir misalnya zakat atas uang, surat berharga, aktiva produktif, penghasilan dari pekerjaan, penghasilan dari usaha jasa dan industri, penghasilan dari profesi, dan penghasilan lainnya yang bersifat menambah harta kekayaan seorang muslim. Penetapan dasar pengenaan zakat kontemporer membutuhkan metode yang sistematis dan lebih mendekati kemudahaan bagi pengelola, dan keadilan bagi muzaki maupun bagi mustahik. Ini membutuhkan pengelolaan yang profesional.

 

E. Tugas Pokok Akuntansi

            Akuntansi dalam arti suatu proses mempunyai lima tugas pokok, yaitu: pengakuan, penentuan, perlakukan dan  pencatatan, penyajian, dan pengungkapan (IAI, 1994).

  1. Pengakuan, artinya transaksi keuangan yang terjadi ditetapkan pengakuan hak kepemilikan-nya. Dalam dunia usaha terdapat beberapa pendekatan untuk mengakui kepemilikan suatu harta, atau timbulnya suatu kewajiban kewajiban; misalnya FOB shipping point, FOB destination untuk barang.
  2. Penentuan, artinya suatu harta atau kewajiban setelah diakui kepemilikannya, proses selanjutnya adalah menentukan nilai dari suatu harta atau kewajiban. Banyak metode dalam menentukan nilai suatu aktiva atau utang yang dapat diakui, midalnya metode harga pokok, metode harga pasar, nilai pengganti, nilai sekarang, dan lainnya.
  3. Perlakukan dan pencatatan, yaitu proses memperlakukan transaksi keuangan yang sudah diakui dan ditentukan nilainya dalam kelompok aktiva, utang, ekuitas, pendapatan, atau beban (expense), yang dituangkan dalam pencatatan dalam bentuk jurnal dan buku besar. Proses ini sangat penting dalam rangka penyusunan laporan yang sistematis.
  4. Penyajian. Tugas akuntansi ini adalah suatu proses pelaporan hasil dari pencatatan. Bentuk laporan dapat berupa report dan dapat pula berbentuk statement. Penyajian ini dilakukan untuk tujuan memenuhi harapan pihak internal maupun eksternal sebagai bahan untuk mengukur posisi keuangan, posisi kas, kinerja manajerial, dan kinerja organisasi.
  5. Pengungkapan. Proses ini akan menyatu dengan laporan keuangan, karena pengungkapan merupakan penjelasan kondisi organisasi, catatan atas laporan keuangan, kinerja non keuangan yang telah dicapai, dan hal-hal lain yang tidak dapat dicantumkan dalam laporan keuangan. Pengungkapan ini menjadi sangat penting artinya apabila suatu organisasi sepenuhnya milik stakeholders, bukan hanya stockeholder/sharehoder.

 

F. Akuntansi Zakat

Sebagaimana dijelaskan di atas, fungsi akuntansi adalah memberikan panduan dan metode yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan dalam menetapkan dasar pengenaan zakat, dan proses pertanggungjawaban keuangan, sehingga dapat mendekati prinsip keadilan bagi muzaki, amil dan mustahik. Satu sama lain tidak saling menganiaya dan dianiaya. Ini sesuai dengan pesan ayat al-Qur’an sebagai berikut:

… ( bÎ)ur óOçFö6è? öNà6n=sù â¨râä①öNà6Ï9ºuqøBr& Ÿw šcqßJÎ=ôàs? Ÿwur šcqßJn=ôàè? ÇËÐÒÈ  

“… dan jika kamu bertaubat, maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya.” (QS al-Baqarah: 279).

Pembahasan mengenai akuntansi zakat akan mengacu pada tugas pokok akuntansi dengan menyajikan prinsip-prinsip umum yang perlu didiskusikan dan dicarikan solusinya.

  1. 1.     Pengakuan

Suatu harta yang dilimpahkan oleh seorang muslim ke amil zakat dapat dinyatakan sebagai harta zakat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1)     Zakat dilakukan oleh muslim.

2)     Zakat atas harta yang dimiliki.

3)     Zakat dari harta yang halal.

4)     Zakat dilakukan atas dasar niat, dan dapat dituangkan dalam bentuk lisan, perbuatan dan dokumen tertulis.

Berdasarkan syarat-syarat di atas, maka untuk proses pengakuan dalam akuntansi zakat adalah bahwa suatu penerimaan dana dari muslim perlu dinyatakan sejala jelas bahwa dana tersebut adalah dana zakat. Untuk memperjelas hal ini perlu adanya dokumen pengakuan dari muzaki baik berupa slip setoran, atau keterangan dalam media elektronik (misalnya melalui e-zakah). Ini sangat penting dalam rangka proses manajemen dana umat, dan menjadi dasar pembuatan pertanggungjawaban amil zakat.

Pengakuan suatu aktiva, pendapatan dan beban dalam akuntansi zakat dapat berdasarkan cash bases dan dapat pulan berbasis akrual (accrual bases). Prinsip ini diharpakan bersifat konsisten. Namun tidak menutup kemungkinan berdasarkan basis campuran, misalnya penghasilan berbasis akrual dan kas, dan beban berbasis kas dan akrual, karena prinsip ini mengandung utang piutang. Dalam zakat piutang wajib dizakati dan utang dapat dikurangkan dari dasar pengenaan zakat (DPZ.).

 

  1. 2.     Penentuan

Zakat dapat dihitung dengan sistem self assessment dan dapat pula dilakukan secara official assessment. Ada dua proses dalam penentuan ini, yaitu penentuan dasar pengenaan zakat dan penentuan nilai zakat itu sendiri. Penentuan dasar pengenaan zakat (DPZ) dilakukan dengan menilai harta yang akan dizakati, yaitu berdasarkan taksiran nilai yang mendekati nilai sesungguhnya. Sedangkan penentuan nilai zakat dilakukan dengan mengalikan tariff yang telah ditetapkan berdasarkan syariah terhadap DPZ-nya.

Pada saat menentukan DPZ perlu diperhatikan azaz keberadilan, di mana pihak muzaki tidak diberatkan, namun juga tidak mengurangi hak mustahik. Penentuan DPZ dapat dilakukan dengan penaksiran nilai oleh seorang ahli yang didasarkan pada tingkat pendidikan, pengalaman dan kompetensinya. Penaksiran nilai suatu aktiva dapat dilakukan dengan berbagai dasar dan cara, antara lain atas dasara ahrga perolehan (at cost), harga pasar (at market), nilai sekarang (present value), nilai pengganti (replacement cost), nilai yang dapat direalisir (realizable value) dan harga eceran.

Penilaian berdasarkan harga perolehan mempunyai kendala pada saat harga barang berfluktuasi, terjadi perbedaan harga antara perolehan barang yang satu dengan barang lainnya yang sejenis. Jika kondisi harga barang naik, barang yang ada pada saat haul dinilai last in first out (LIFO), maka nilai barang yang ada akan lebih kecil sehingga akan mengurangi hak mustahik. Sebaliknya jika barang yang ada dinilai dengan cara first in first out (FIFO), maka nilai barang yang ada adalah untuk barang yang dibeli pada akhir-akhir periode haul. Metode FIFO lebih mendekati keberadilan dibandingkan dengan metode LIFO. Untuk memberikan suatu keberadilan penilaian persediaan barang dengan metode at cost, maka digunakanlah metode rata-rata (average). Penilaian atas dasar ini tidak dapat mencerminkan nilai barang pada saat haul.

            DPZ dapat terdiri dari nilai harta, yaitu barang dagang dan surat berharga, dan juga penghasilan. Formula dasar yang dipergunakan untuk menilai DPZ tampak sebagai berikut:

DPZ = (Nilai harta + Penghasilan) – (Utang + Kebutuhan Minimum)

 

 

 

            Harta yang menjadi unsur DPZ disesuaikan dengan objek zakat, yaitu terdiri dari:

1)     Kas, yaitu uang tunai dan sejenisnya misalnya tabungan, giro, deposito dan sejenisnya.

2)     Piutang yang masih dapat diterima.

3)      Surat-surat berharga.

4)     Barang dagangan.

5)     Harta tetap yang menghasilkan.

Sedangkan penghasilan terdiri dari:

1)     Hasil dari pekerjaan dan pekerjaan bebas.

2)     Hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan.

3)     Hasil petenakan, perikanan dan yang dihasilkan dari produksi dan jasa hewan.

4)     Hasil pengelolaan harta, yang berupa jasa, royalty, hak cipta, dan sewa.

5)     Hasil lainnya, misalnya hadiah, dan sejenisnya.

Jenis jenis penghasilan di atas sangat diperlukan penentuan nilainya, tidak terkecuali Kas dalam bentuk valuta asing, apakah dipergunakan nilai beli atau nilai jual. Kurs pasar atau kurs tengah. Semuanya itu didasarkan pada cara penaksiran yang sistematis, rasional dan dapat dipertanggungjawabkan. Teknik penilaian ini hanya ada pada akuntansi.

Utang sebagai  unsur pengurang DPZ perlu ditentukan apakah seluruh nilai utang, atau hanya sebagian utang saja. Uutang yang dapat dikurangkan dari harta yang akan dizakati adalah utang jangka pendek. Namun untang jangka pendek yang mana, jika utang jangka pendek dipergunakan untuk pembelian harta yang tidak terutang zakat, maka tidak dapat dikurangkan. Untuk menentukan nilai utang ini diperlukan metode yang sistematis, rasional dan akuntabel.

Penghasilan sebagai DPZ dapat berupa penghasilan bruto atau penghasilan neto. Ini akan bergantung pada cara penentuan zakat. Jika dipergunakan DPZ penghasilan neta, maka jenis penghasilan ini dihasilkan dari pengurangan penghasilan bruto dengan biaya yang telah dikeluarkan yang bersifat operasional dan tidak berlebihan (israf).

Untuk kebutuhan dasar tidak dapat dipastikan penentuannya, karena masing-masing orang tidak akan sama, misalnya seorang dokter yang mempunyai penghasilan yang sama dengan seorang pengusahaan angkutan akan berbeda kebutuhan dasarnya. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan dasar bersifat situasional.

Semua uraian tentantg proses penentuan dalam akuntansi zakat masih harus didiskusi-kan secara seksamna sehingga dapat diperoleh standardisasinya. Hal ini karena sampai saat ini masih belum memiliki pedoman penentuan harta, utang, penghasilan dan beban.

 

  1. 3.     Perlakukan dan pencatatan

Proses perlakuan dan pencatatan dalam akuntansi zakat hanya dilakukan oleh amil sebagai pengelola. Perlakukan dimaksudkan untuk menetapkan dana umat masuk dalam kategori dana zakat atau dana non zakat. Dana zakat perlu diklasifikasi dalam dana untuk setiap ashnaf, dan diperlakukan terpisah dengan akun Kas, karena sudah pasti penggunaannya. Begitu pula untuk mencapai prinsip keseimbangan, perlu diperlakukan dana zakat yang belum tersalurkan sebagai utang kepada para ashnaf.

Dana zakat yang diinvestasikan atau dijadikan modal kerja dan menghasilkan, maka hasilnya harus diperlakukan sebagai penambah dana zakat yang bersangkutan. Hal ini sangat penting karena dana zakat adalah milik para ashnaf tertentu, dan tidak dapat dipergunakan untuk aktivitas lain yang tidak mempunyai dampak pada pembinaan ashnaf yang bersangkutan. Dana zakat harus diperlakukan secara spesifik dan berbeda dengan dana umat non zakat.

Dana umat yang diperoleh, didistribusikan, dan dikembangkan melalui investasi atau sebagai modal kerja diperlakukan sesuai dengan prinsip syariah, dapat dilihat dari pencatatannya.

Proses pencatatan dalam akuntansi merupakan aktivitas merekam transaksi keuangan dalam buku jurnal dan buku besar, yang mencerminkan akun-akun sebagai bentuk perlakukan. Proses perlakukan dan pencatatan merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan. Artinya transaksi keuangan akan diperlakukan dan dicatat sebagai aktiva, utang, ekuitas, penghasilan dan beban.

            Proses perlakuan dan pencatatan akan menjadi pasti apabila dikaitkan dengan posisi suatu organisasi. Pengelola dana umat, baik BAZ, LAZ atau bentuk lain merupakan suatu badan yang tidak mempunyai pemilik (shareholder/stockhorlder). Lembaga ini mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:

1)     Lembaga pengelola dana umat merupakan bentuk layanan umat (BLU).

2)     Asset yang ada dalam lembaga tersebut bukan milik lembaga yang bersangkutan.

3)     Tidak mempunyai kepemilikan (equities), sehingga asset tidak dapat dijaminkan dan lembaga tersebut tidak boleh penambahan dana melalui utang/pinjaman dari pihak ketiga. Nama akun yang menampung selisih antara harta dan kewajiban masih perlu didiskusikan.

4)     Pengelolaan dana harus didasarkan pada prinsip dan tujuan syariah, sehingga diperlukan akuntansi syariah yang sesuai, tidak menggunakan standar akuntansi yang ada (PSAK 45).

Proses dan prinsippPerlakuan dan pencatatan akan berpengaruh pada pelaporan sebagai proses penyajian.

 

  1. 4.     Penyajian

Akuntansi keuangan sebagai suatu teknis akan menghasilkan laporan keuangan yang ditujukan kepada para pemakai luar organisasi. Lapaoran keuangan ini sebagai salah satu alat pertanggungjawaban manajemen atas operasionalisasi organisasi yang dikelolanya.  Laporan keuangan yang disajikan mencerminkan posisi keuangan, perubahan ekuitas, kinerja, dan arus kaas. Posisi keuangan dicerminkan dalam laporan neraca; perubahan ekuitas dicerminkan dalam laporan perubahan wkuitas; kinerja keuangan dicerminkan dalam laporan aktivitas; dan posisi kas dicerminkan dalam laporan arus kas. Penyusunan laporan keuangan ini merupakan proses penyajian.

 

Penyajian Posisi Keuangan

            Posisi keuangan disajikan dalam lapaoran neraca, yang mencerminkan asset, kewajian  dan ekuitas. Dalam akuntansi zakat laporan neraca harus mencerminkan antara lain:

1)     Kas merupakan akun yang menampung uang dan sejenisnya yang dapat dipergunakan kapan saja dan untuk kegiatan apa saja.

2)     Akun dana merupakan uang tunai yang diperoleh dari dana umat yang penggunaannya untuk kegiatan sepesifik, midalnya akun dana zakat, akun dana wakaf, akun dana lainnya.

3)     Akun investasi dalam jangka pendek maupun jangka panjang dirinci dengan akun investasi dari dana zakat, akun investasi dari dana wakaf, akun investasi dari dana lainnya. Investasi dapat berupa surat-surat berharga, tanah, bangunan dan asset lainnya.

4)     Utang diklasifikasikan berdasarkan utang lancer dan utang jangka panjang berdasarkan sumber dana (dari zakat per muzaki, dari wakaf per muwakif, dan lainnya).

5)     Aset selain uang tunai yang diterima dari umat diperlakukan sebagai aset titipan dan merupakan utang lembaga pengelola untuk memanfaatkannya, bukan merupakan ekuitas (modal donasi).

6)     Aset yang berasal dari para pendiri lembaga pengelola zakat juga merupakan asset titipan, bukan ekuitas lembaga yang bersangkutan.

7)     Lembaga yang bersangkutan hanya mempunyai ekuitas dari hasil pengelolaan dana yang dialokasikan untuk cadangan. Jika lembaga ini dibubarkan atau bubar, maka sisa dana seluruhnya diserahkan kepada mustahik, lembaga sosial, pemerintah, atau lembaga penge-lola dana umat lainnya.

8)     Dan masih banyak lagi prinsip-prinsip penyajian posisi keuangan lembaga pengelola dana umat yang harus didiskusikan lebih lanjut.

 

Penyajian Aktivitas

            Pada prinsipnya lembaga pengelola dana umat diperbolehkan melakukan kegiatan yang berorientasi pada laba dalam rangka pengembangan dana umat itu sendiri sehingga mempunyai cadangan dana yang cukup untuk melakukan kegiatan sosialnya. Namun ini hanya merupakan satu aktivitas yang menjadi satu kesatuan aktivitas lembaga pengelola dan umat secara keseluruhan sebagai entitas. Oleh karena itu penghasilan yang diperoleh dan beban yang ditanggung disajikan dalam laporan aktivitas, dan disajikan untuk selama satu tahun takwim atau satu haul lembaga yang bersangkutan.

Penyajian laporan aktivitas menganut prinsip-prinsip antara lain sebagai berikut.

1)     Penghasilan dari pengelolaan dana umat harus dirinci berdasarkan penghasilan dari dana zakat per ashnaf, dari dana wakaf per muwakif, dan dari dana lainnya.

2)     Beban pengelolaan dana umat dirinci berdasarkan beban untuk dana zakat per ashnaf, untuk dana wakaf per muwakif., dan beban lainnya.

3)     Surplus yang terjadi akibat hasil pengurangan penghsilan dan beban-beban harus mencer-minkan sumber dananya, dan mencerminkan surplus yang dialokasikan untuk cadangan.

 

Penyajian Arus Kas

            Arus kas disajikan dalam laporan arus kas, yang mencerminkan sumber dan penggunaan kas yang ada sehingga dapat diketahui saldo kas sebagaimana tercantum dalam laporan neraca. Laporan arus kas untuk lembaga pengelola dana umat harus memenuhi prinsip-prinsip antara lain sebagai berikut.

1)      Laporan arus kas harus mencerminkan pemasukan dan penggunaan uang tunai.

2)      Sumber pemasukan uang tunai perlu dirinci berdasarkan dari zakat, wakaf, pengelolaan dana, dan lainnya.

3)      Pengeluaran uang tunai perlu dirinci berdasarkan untuk muzaki per ashnaf, pengelolaan dana dan aset wakaf, investasi, dan lainnya.

 

  1. 5.     Pengungkapan

Laporan keuangan yang disajikan merupakan ikhtisar dari proses pencatatan, yang tidak dapat memberikan informasi yang cukup bagi pengguna untuk dapat menilai posisi dan kinerja suatu organisasi termasuk lembaga pengelola dana umat. Untuk memberikan harapan yang lebih dapat dipahami maka laporan keuangan memerlukan penjelasan-penjelasan sebagai suatu pengungkapan kejadian atau keadaan keuangan dan non keuangan lembaga pengelola dana umat (LPDU). Pengungkapan dapat mencakup kedudukan lembaga termasuk visi dan misinya; rincian akun; metode yang dipergunakan; system distribusi zakat; capaian kinerja financial dan non financial; dan lainnya.

Akun dana, penghasilan dan beban dapat disajikan dalam laporan neraca dan laporan aktivitas secara global, dan rinciannya disajikan dalam pengungkapan. Hal ini dilakukan karena rincian sangat diperlukan bagi para pengguna laporan keuangan sehingga tidak cukup waktu untuk melihat dalam pembukuannya, maka mutlak diperlukan penyajian sebagai bagaian laporan keuangan.

Kinerja keuangan yang dianalisis berdasarkan alat analisis keuangan yang disyaratkan oleh syariah dana umum, misalnya rasio distribusi dana, perolehan dana dan penggunaan dana disajikan dalam pengungkapan. Ini diperlukan untuk melihat pertanggungjawaban LPDU mengapa ada dana yang ridak tersalurkan, atau apakah ada dana yang disalurkan ke mustahik melebihi bagian yang lain. Kinerja juga dapat berupa kinerja non-keuangan, misalnya berapa musthik yang dapat dibina apakah potensial untuk menjadi muzaki atau hanya bersifat konsumtip; daerah binaan dan lainnya.

Pengungkapan juga mencerminkan metode penilaian persediaan barang, surat berharga, metode penyusutan aktiva tetap dan metode akuntansi yang dipergunakan; dan apakah dana yang bagaimana dana cadangan dibentuk. Selain itu juga memuat kebijakan LPDU dalam mengelola dana umat baik dana zakat, wakaf dan dana lainnya.

Dana umat dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yang mempunyai karakteristik yang berbeda, yaitu:

1)     Dana zakat, yang mempunyai sifat wajib bagi muslim yang mampu, dan disalurkan untuk pihak-pihak yang spesifik (nustahik). Dana ini diharapkan habis disalurkan dalam satu haul, tidak boleh ada sisa; baik untuk tujuan konsumtif maupun tujuan produktif. Tujuan dana ini antara lain adalah mengentaskan kemiskinan. Pihak muzaki dan amil tidak dapat sembarang menentukan penyalurannya, tanpa memperhatikan ashnaf sebagai mustahik.

2)     Dana wakaf, yang bersifat tidak wajib dan memiliki keleluasaan penggunaannya, namun pihak muwakif dapat menentukan batas waktu dan penggunaan harta yang diwakafkannya.

3)     Dana lainnya yang disumbangkan oleh muslim kepada LPDU. Jenis dana ini bersifat suka rela dan biasanya bebas untuk memanfaatannya.

Jenis-jenis dana di atas perlu diungkapkan dan dijelaskan implementasi penyaluran dan pemanfaatannya, sehingga dapat diketahui kinerja LPDU dan dapat dijadikan bahan pertimbangan

untuk pengambilan keputusan bagi pihak yang berkepentingan.

 

G. Standardisasi Akuntansi Zakat

            Praktik akuntansi dalam LPDU akan terkait dengan beberapa bidang akuntansi, misalnya akuntansi manajemen, sistem informasi akuntansi, pemeriksaan akuntan, dan akuntansi keuangan. Dari beberapa bidang akuntansi, yang sangat mendesak untuk disusun standarnya adalah akuntansi keuangan dan pemeriksaan akuntan. Akuntansi manajemen dan sistem informasi akuntansi dapat disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan dengan format sesuai kebutuhan LPDU itu sendiri. Ini sangat diperlukan untuk dapat memberikan kepastian informasi yang wajar dari lembaga yang bersangkutan.

            Standar akuntansi keuangan untuk LPDU mencerminkan proses pengakuan, perlakuan, pencatatan, penyajian dan pengungkapan atas dana yang dikelola LPDU. Standar akuntansi keuangan dana umat (SAKDU) harus dituangkan tersendiri karena memiliki karakteristik yang unik dan sangat berbeda dengan transaksi keuangan lainnya.

            Penyusunan SAKDU harus melibatkan semua pihak yang dianggap sebagai agent dan stakeholder. Agent adalah para pengelola LPDU yang mempunyai kepentingan untuk memper-tanggungjawabkan operasi lembaga yang dikelolanya, dan stakeholder adalah pihak-pihak yang terkait dengan dana umat, musalnya muzaki, mustahik, muwakif, pemerintah, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, majelis ulama, para cendikiawan, Ikatan Akuntan Indonesia dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

KSAKDU

 

            Proses penyusunan SAKDU adalah sebagai berikut.

 

Draf SAKDU

Hasil seminar/loka karya

stakeholders dan agents

Draf Ketetapan SAKDU

 

Public   hearing

IAI, Pemerintah dan MUI

    Konvensi

DPR atau Pemerintah

Diundangkan atau di-SK-an

Implementasi

LPDU

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

H. Peran Akuntansi Dalam Menyehatkan LPDU

            Pada proses pengakuan dan penetapan nilai dasar pengenaan zakat akuntansi sangat berperan dan banyak dibahas oleh parah ahli antara lain, Mursyidi (2004), ‘Isham Abdul Hadi (1999), Sami Ramadhan (1994), Husayn Syahatah (2005), Nadjdi Rifa’I (1991), Syauqi Isma’il Syahathah (1408H), Muhammad Kamal ‘Athiyah (1406H). Mereka membahas tentang prinsip-prinsip dasar dan tata cara penetapan dasar penganaan zakat untuk berbagai aspek harta dan penghasilan. Konsep-konsep yang dikemukakan atas dasar penelitian dan fatwa yang disarikan dari hasil seminar dan loka karya tentang zakat misalnya kumpulan fatwa yang dikeluarkan oleh Baituz Zakah Kuwait (1979 – 1989); Ketetapan Majma’ al-Fiqh al-Islami di Madinah; hasil muktamar penetapan zakat kontemporer, Universitas al-Azhar Kairo; dan ketetapan Majma’ al- Buhuts al-Islamiyah, Rabithah al’Alam al-Islami.

            Sedangkan proses perlakuan zakat dalam arti pencatatan (recording) dan pelaporan (reporting) masih belum memiliki standar sehingga interpretasi implementasinya masih diserahkan kepada amil atau pengelola atau agent yang bersangkutan.  Proses ini sangat penting manakala stakeholders ingin mengatahui posisi dan kinerja amil atau kinerja LPDU.  Untuk ini diperlukan kajian khusus baik secara konseptual (teoritis) maupun praktis (penyusunan standar).

Kajian akuntansi yang terkait dengan syariah dinamakan akuntansi syariah (Iwan Triyuwono, 2000), yaitu proses akuntansi yang menyediakan informasi operasi dan keuangan suatu organisasi yang sesuai dengan prinsip syariah (Hameed, 2003). Akuntansi syariah dalam tatanan filosofis teoritis difokuskan pada metodologi membangun dan mengembangkan akuntansi yang didasari oleh praktik dan folosofi syariah. Wacana ini diawali dari penentuan tujuan akuntansi syariah, kemudian metodologi dan penentuan teoritisnya (Triyuwono, 2000; Harahap, 2001). Pada tatanan praktis, akuntansi syariah merupakan akuntansi yang sudah diterapkan di lembaga/organisasi midalnya bank syariah, (PSAK 59) dan  baitul maal wat tamwil (BMT). Baik tatanan teoritis maupun praktis, akuntansi syariah untuk LAZ dan BAZ, dan lembaga pengelola dana umat (ummah fund) lainnya masih terlihat konvensional dan belum mempunyai standarnya.

Gambling dan Karim (1991), Baydoun dan Willet (1994, 2000), Rahman (2000) Haniffa dan Hudaib (2001) Yaya (2002), dan Hameed (2003) memberikan penjelasan bahwa akuntansi syariah harus mengungkapkan Islamic value untuk tujuan akuntabilitas yang tidak hanya terbatas pada ukuran keuangan dan berorientasi pada direct stakeholders, namun lebih luas lagi indirect stakeholders seperti masyarakat luas. Khan (1994) menjelaskan bahwa informasi yang diungkapkan tidak hanya untuk mengevaluasi kemampuan manjaga aset, memelihara likuiditas, penggunaan sumber daya yang profitable dan keputusan terhadap syariah, namun juga informasi pertenggungjawaban kepada karyawan, pelanggan, masyarakat dan lingkungan

Produk akhir dari akuntansi adalah informasi keuangan, yang akan diinterpretasikan oleh para pemakainya untuk melihat posisi dan kinerja sumber informasi baik dari bidang keuangan maupun aktivitasnya (Bodnar, 2000). Formulasi untuk melihat posisi dan kinerja keuangan suatu organisasi disebut analisis laporan keuangan. Garrison (1988) menyatakan bahwa tujuan pelaporan keuangan adalah membantu para pemakai potensial laporan keuagan untuk memprediksi masa depan melalui perbandingan, evaluasi dan analisa. Pendekatan yang menarik adalah menggunakan ratio keuangan dalam bentuk model-model untuk memprediksi apakah suatu perusahaan menuju kegagalan atau kesuksesan bisnis. Untuk kondisi ini para stakeholder belum bisa melihat kinerja dan posisi lembaga pengelola umat, karena informasi yang dihasilkannya masih beragam karena belum memiliki standar.

Pembentukan suatu standar (termasuk standar akuntansi dana umat) dapat berawal adanya tekanan atau harapan yang kuat (pressure) dari para stakeholder, baik secara langsung maupun tidak langsung, juga dapat berawal dari kebutuhan para pengelola dana umat itu sendiri sebagai agent. Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk membuat suatu standar, yaitu pendekatan teori keagenan (agency theory) dan teori stakeholder. Kedua teori ini salaing melengkapi, di mana semua pihak yang terkait dan mempunyai kepentingan terhadap suatu organisasi dapat memberikan sumbangan, bahkan dapat memberikan tekanan (pressure)  terhadap pembentukan suatu standar.

Teori-teori akuntansi syariah yang berkembang sampai saat ini masih bertumpu pada organisasi bisnis yang berorientasi pada shareholders, misalnya akuntansi untuk bank atau lembaga keuangan syariah, sehingga rasio-rasio keuangannya pun ditujukan untuk organisasi bisnis, misalnya bank syariah dan asuransi syariah; belum mencerminkan model yang mencapai visi, misi dan tujuan syariah pengelolaan dana umat.

Dalam mengeksplor indikator-indikator kinerja keuangan dan non-keuangan LPDU yang terkait dengan informasi akuntansi syariah dipergunakan teori agen  (agency theory) dan teori stakeholder, yaitu  teori deskriptif yang berusaha untuk menjelaskan tindakan atau aksi dari pihak-pihak yang terlibat hubungan kontrak dalam merubah metode pengukuran akuntansi (Kelly, 1983). Teori ini memperlihatkan konflik kepentingan antara pemilik (principal) dan manajer (agent). Zimmer & Whittred (1990: 21-37) dan Kiswara (1999: 5-8) juga menjelaskan bahwa agency theory merupakan teori deskripsi yang menjelaskan agency relationship.

Dalam perspektif syariah, LPDU merupakan lembaga yang dimiliki oleh stakeholders, tidak oleh shareholders. Lembaga ini membawa misi muamalah yang bersifat amanah. Haroen, 2000: ix menjelaskan bahwa prisnsip muamalah adalah mengandung kemaslahatan, menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan, jujur, saling tolong menolong, tidak mempersulit, dan suka sama suka. Transaksi dalam muamalah tersebut harus dicatat, yang sekarang dikenal dengan akuntansi. Yusuf Abdurrahman & Unti Ludigdo (2004) menjelaskan bahwa akuntansi harus lebih menekankan pada kepentingan pertanggungjawaban (accountability) agar semua pihak yang terlibat dalam transaksi tidak dirugikan. Dengan pencatatan yang jelas dan jujur dan menekankan pada konsep akuntabilitas maka konflik antara pihak-pihak yang terlibat akan dapat dihindari.

Akuntansi LPDU harus disusun sesuai dengan misi dan tujuan syariah dana umat. Pengelola dana umat sebagai agent harus melakukan pencatatan sesuai dengan misi dan tujuan zakat yang dapat diekplor dari harapan-harapan stakeholders (principal). Dari sini akan dapat diukur kinerja LPDU tanpa menimbulkan konflik yang signifikan, karena dapat memenuhi semua pihak; dan konsep representation faithfulness dapat dicapai. Hal ini karena didasari tujuan yang sama antara principal dan agent, yaitu pertanggungjawaban kepada Allah SWT.

            Untuk melihat suatu lembaga dinyatakan sehat dapat diambil dari model good corporate governance (GCG), yang digambarkan sebagai berikut:

Kontrol

Good Governance Performance

Akuntabilitas

Perencanaan Strategis

Implementasi

 

 

 

 

 

 

Sumber: Joko Widodo, 2001: 14

            Aktivitas yang tercermin dalam gambar di atas mengandung unsur keuangan  (financials) dan non-keuangan (non financial), yang timbul dari empat pusat pertang-gungjawaban (responsibility center), yaitu investment center, revenue center, profit center, dan cost center. Pusat pertanggungjawaban tersebut akan menerbitkan infor-masi yang diproses dalam akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting). Di samping itu juga para pengelola harus menerbitkan informasi keuangan yang dibutuhkan oleh para external users (kreditur, calon investor, penyandang dana dan para stakeholders), yaitu laporan keuangan dari proses akuntansi keuangan (laporan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja, Neraca, dan Laporan Arus Kas).

            Jika meminjam istilah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 bahwa tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah:

  1. Akuntabilitas, yaitu untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada unit organisasi pemerintah dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui laporan keuangan pemerintah secara periodik.
  2. Manajerial, yaitu menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan dan pengelolaan keuangan pemerintah serta memudahkan pengendalian yang efektif atas seluruh aset, hutang dan ekuitas dana.
  3. Transparansi, yaitu menyediakan informasi keuangan yang terbuka bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

 

I. Simpulan dan Rekomendasi

            Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa untuk pada saat ini di Indonesia belum mempunyai standar akuntansi untuk melakukan proses penentuan dasar pengenaan zakat (DPZ), perlakukan dan pencatatan pengelolaan zakat, dan pelaporannya. Standar akuntansi sangat diperlukan untuk melakukan perencanaan, dan memberikan interpretasi yang relatif seragam dari para stakeholders.

            Adanya undang-undang pengelolaan zakat dan wakat mengakibatkan terjadi ekstensifi-kasi objek dan subjek zakat dan wakat, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dan berkembang dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat. Hal ini mengakibatkan berbagai aspek permasalahan kontemporer timbul termasuk dalam bidang penetapan nilai, sistem pengelolaan dana dan sistem akuntabilitas muncul dan diperlukan penganganan yang serius. Salah satu aspek penting adalah akuntansi dan aspek yang terkait di dalamnya.

            Oleh karena itu sangat perlu dilakukan penelitian, diskusi-diskusi, dan loka-karya yang intens terutama mengenai system informasi akuntansi tentang pengelolaan dana umat, sehingga syariah dari dana umat dapat tercapai.

 

J, Daftar Rujukan

Baydoun, N., and Willet, R.2000. Islamic Corporate Reports. ABACUS, Vol 36. No.1.

 

Freedman, M. and Jaggi, B. (1988). An Analysis of the Impact of Corporate Pollution Disclosures; A Reply. Advances in Public Interest Accounting. Vol.2.

 

Freeman , R.E. (1984). Strategic Management: A Stakeholder Approach, Boston. Fitman. USA.

 

Gambling, Trevor dan Rifaat Abdel Karim .1991. Bussines and Accounting Ethics in Islam. London: Mansell.

 

Hameed, Shahul bin Hj. Muhamed Ibrahim.2003. Islamic Accounting, A New Push. Akuntan Nasional: Januari-Pebruari 2003.

 

Harahap, Sofyan Safri. 2001. Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam. Jakarta: Penrbit Quantum.

 

Husayn Syabathah. 1992. Halat Tathbiqiyah Haula Mauhasabah azzakah wa al-Muhasabah al-Dharibah. Maktabah al-Taqwa.

 

Ikatan Akuntan Indonesia. 1994. Akuntansi Keuangan

Ikatan Akuntan Indonesia. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah.

 

“Isham Abdul Hadi Abu Nashr. 1999. Al-Ithar al-Fiqhi wa Muhasabi li al-Zakah.

Iwan Triyuwono dan Roekhuddin.1998. Konsistensi Praktik Sistem Pengendalian Intern dan Akuntabilitas pada Lazis. Prosiding Simposium Nasional Akuntansi II Ikatan Akuntan Indonesia. Malang.

 

IwanTriyuwono. 2000. Organisasi dan Akuntansi Syariah. Yogyakarta: LKiS.

IwanTriyuwono. 2001. Metafora Zakat dan Shariah Enterprise Theory sebagai Konsep Dasar dalam Membentuk Akuntansi Syariah. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. Volume 5 No.2 Desember 2001

 

Joko Widodo. 2001. Good Governance, Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otomomi Daerah. Penerbit Insan Cendekia. Surabaya.

 

Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan zakat.

 

Khan, Muhammad Akram.1994. Accounting Issues and Concepts for Islamic Banking. London: The Institute of Islamic Banking and Insurance.

 

Muhammad Kamal “Athiyah. 1406 H. Nadhariyah al-Muhasabah al-Maliyah fi al-Fikr al-Islami. Bank Faishal. Ciprus.

 

Mursyidi. 2003. Akuntansi Zakat Kontemporer. Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Bandung

 

Najdi Riafa’i. 1991. Al-Muhasabah ‘an aa-Zakah. Al-Maktabah al-“Alamiyah.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Sami Ramadhan. 1994. Muhasabauz Zakah Fiqhan wa Tathbiqa. Fakujltas Perdagangan Universitas al-Azhar. Kairo

 

Syauqi Isma’il Syahatah. 1977. Al-Tathbiq al-Mu’ashir li al-Zakah. Dar al-Syuruq. Jeddah.

Undang-undang RI Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.

 

Undang-undang RI Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

 

Yaya, Rizal. 2001. From Conventional Accounting to Islamic Accounting, Does it Need A Slight or An Extensive Overhaul?. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia Vol. 5 No. 2 Desember 2001.

 

Yusuf Abdurrahman & Unti Ludigdo. 2004. Dekonstruksi Nilai-nilai Agency Theory dengan Nilai-nilai Syari’ah: Suatu Upaya Membangun Prinsip-prinsip Akuntansi yang Bernafaskan Islam. Prosiding Simposium Nasional Sistem Ekonomi Islam II. PPBEI Universitas Brawijaya. Malang.